InDepthNews.id – Seorang nasabah bernama Marico Daily (37) warga Bukti Senang, Kecamatan Karimun, menjadi korban perampasan terhadap kendaraannya secara sepihak oleh BPR Buana Arta Mulia melalui debt collector.
Selain dengan cara paksa perampasan tersebut juga dilakukan dengan cara merusak mobil serta membawa mobil derek secara paksa tanpa sepengetahuan nasabah tersebut.
Diketahui kejadian ini berawal pada tanggal 30 Juni 2021 silam. Saat itu, satu unit mobil Toyota Innova V A/T dengan Nopol: BP 1687 HY berwarna Silver Metalik milik nasabah tersebut ditarik paksa oleh pihak Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Buana Arta Mulia.
Tidak terima atas perampasan yang dilakukan oleh pihak BPR Buana Arta Mulia, Marico berserta kuasa hukumnya mendatangi Mapolres Karimun untuk melaporkan kasus tersebut.
“Pengaduan kami sudah diterima oleh pihak Polres Karimun secara tertulis, selanjutnya tinggal menunggu panggilan untuk tindak lanjut lidiknya,” ucap Basar Sitorus selaku kuasa hukumnya di Mapolres Karimun, Rabu 14 Juli 2021.
Kuasa hukum korban menjelaskan bahwa pembayaran kredit mobil tersebut dilakukan dengan mekanisme DP / uang muka sebesar Rp 10 juta rupiah dan angsuran bulanan Rp 2,2 juta selama 5 Tahun.
Sejauh ini kliennya juga telah melakukan ansuran sebanyak dua kali sesuai dengan yang ditetapkan. Namun dikarenakan berbenturan dengan situasi COVID-19 memaksa tempat usaha klienya tersebut tutup, sehingga mengakibatkan beberapa kali terjadi keterlambatan pembayaran.
“Jika kita mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2020 tentang “Stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan Countercyclical dampak penyebaran Corona Virus disease 2019 (POJK 11/2020)” dapat disimpulkan adanya keringanan yang diberikan kepada klien saya sebagai debitur sekaligus pelaku UMKM yang terkena dampak COVID-19,” tegas Basar.
Sambungnya, adapun cara restrukturisasi kredit atau pembiayaan dilakukan sebagaimana diatur dalam peraturan OJK mengenai penilaian kualitas aset, antara lain penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, ataupun konversi kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara.
“Bertitik tolak terhadap peraturan OJK tersebut, sudah sepatutnya klien saya diberikan hak untuk fasilitas restrukturisasi guna mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19. Akan tetapi, PT BPR BUANA ARTA MULIA (terlapor) sama sekali tidak memperdulikan itikad baik dari klien saya dan semena-mena menarik paksa mobilnya secara sepihak,” ucapnya.
Tak hanya basar, Ryanto Pratama yang juga selaku Kuasa Hukum Nasabah mengaku kesal atas perbuatan non prosedural tersebut. Pasalnya dirinya sebagai praktisi hukum yang sudah berkecimpung dalam dunia perbankan jarang melihat perbuatan seperti itu kecuali perbuatan preman.
Ryan menerangkan bahwa pada tanggal 19 Mei 2021 lalu pihak PT BPR Buana Arta Mulia mendatangi rumah kliennya dengan bertujuan menarik mobil dengan membawa surat pernyataan penyerahan jaminan, namun tidak ditandatangani oleh kliennya. Dan lagi-lagi, secara sepihak PT BPR Buana Arta Mulia merantai mobil tersebut.
“Mirisnya, pada tanggal 28 Mei 2021 silam, BPR Buana kembali menemui klien saya di rumahnya dengan tujuan mengancam apabila tidak mau menyerahkan mobil tersebut, hal ini sungguh membuat orang tua klien kami terpukul mengingat anaknya belum pernah bermasalah seruwet ini sebelumnya,” tangkasnya.
Selama proses penarikan mobil tersebut, pihak BPR Buana tidak pernah memberikan surat peringatan atau somasi kepada kliennya. Bahkan, surat peringatan baru diberikan kepada kliennya setelah dilakukan penarikan sepihak oleh BPR Buana tepatnya pada tanggal 6 Juli 2021.
Tidak hanya itu, kliennya pun tidak pernah diberikan salinan perjanjian PK dan merasa tidak menandatangani Jaminan Fidusia.
“Sejak awal kredit, klien kami tidak diberikan turunan perjanjian dan juga tidak merasa menandatangani Fidusia,” cetus Ryan.
Ia menambahkan, sekalipun mobil tersebut dilekatkan jaminan fidusia, tidak pula serta merta dapat di ambil paksa begitu saja.
“Secara tegas Mahkamah Konstitusi melalui Putusan nya nomor 18/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri, kan aturan mainnya sudah jelas” terangnya.
Terakhir, Ryan berpendapat bahwa konsekuensi atas perbuatan PT. BPR BUANA ARTA MULIA tersebut dapat dikategorikan ke dalam perbuatan dugaan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 362 KUHP jo Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dengan ancaman kurungan maksimal 8 tahun penjara dan denda dapat mencapai Rp 100 miliar.
Saat dihubungi media ini, Kasat Reskrim Polres Karimun, AKP Arsyad Riyandi menyebutkan untuk menindak lanjuti kasus tersebut pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dahulu.
“Iyaa kita baca dulu nanti kalau memang ada laporannya, terkait tindak lanjutnya kita pastikan dulu apakah ada delik yang masuk di kasus ini, jika memang ada baru kita lakukan penyelidikan,” tangkasnya.
(Yan Turnip)
Comment