Menyongsong Peradaban Baru di Pulau Rempang Batam, Potret Melayu yang Maju

InDepthNews.id (Batam) – Alumni HMI Club kembali menggelar diskusi terbatas bertema “Investasi di Batam dan keadilan bagi masyarakat Rempang”. Bertempat di Gedung Annex II Lantai 2 BP Batam, Sabtu (19/10/2024).

Sebelumnya pada Minggu (29/9/2024) Alumni HMI Club menggelar diskusi yang menyoroti ketimpangan ekonomi dan pembangunan di Kepri. Dengan menghadirkan narasumber Dr. Sudirman Saad, yang saat ini menjabat Deputi Pengelolaan Kawasan dan Investasi sekaligus Ketua Tim Terpadu Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City.

Sudirman memaparkan materinya dengan memulai dari perolehan investasi BP Batam yang senantiasa melampaui target sejak tahun 2022. Menurutnya, dalam tahun 2024 realisasi investasi mencapai 34 Triliun  yang sebelumnya pada tahun 2022 mencapai target 24 Triliun dan tahun 2023 mencapai 32,98 Triliun.

Pembangunan infrastruktur yang merupakan salah satu fokus utama BP Batam semakin digenjot dalam beberapa tahun belakangan ini demi meningkatkan daya tarik Batam bagi investor.

Menurut Sudirman, anggaran pembangunan infrastruktur nyaris mendominasi keseluruhan alokasi pembiayaan, yakni dari anggaran 2 Triliun yang dialokasikan pertahun, 1,5 Triliun adalah untuk anggaran infrastruktur.

Pembangunan kawasan Rempang atau yang lebih dikenal dengan proyek Rempang Eco-City juga merupakan bagian teraktual dari fokus kerja BP Batam. Melalui  Keppres Nomor 28 Tanggal 19 Juni 1992 pulau Rempang seluas 17.000 Ha terletak di Kecamatan Galang merupakan wilayah kewenangan BP Batam. Kawasan ini yang terdiri gabungan beberapa pulau kecil yang telah terhubung jalan dan 6 jembatan ke daratan pulau Batam sejak tahun 1995. Namun nyaris belum tersentuh pembangunan sebagaimana pesatnya pembangunan di bagian daratan Pulau Batam.

Pulau Rempang masuk dalam salah satu Proyek Strategis Nasional 2023 dan direncanakan menjadi kawasan ekonomi baru atau The New Engine of Indonesia’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City”. Proyek ini akan memakan 7.572 hektare lahan Pulau Rempang atau 45,89 persen dari keseluruhan lahan.

Pulau Rempang yang memiliki luas sebesar 17.000 hektare. Menurut Sudirman yang mantan Dirjend Perikanan Kementerian KKP ini, penduduk yang mendiami pulau di sekitar pesisir menempati area sekitar 5 persen dengan populasi penduduk yang terdampak hanya  2600 Kepala Keluarga.

Penduduk yang terdampak mendapatkan perhatian dan penanganan khusus terhadap kebutuhannya antara lain, mereka di relokasi ke area yang sangat layak huni yakni di Tanjung Banon, tempat yang  lokasinya berpotensi strategis ke depannya karena tidak jauh dari kawasan industri yang akan dibangun. Kontur lokasi yang sedikit berbukit di apit 2 pelabuhan di sekitarnya berdekatan dengan bukit lokasi yang sering digunakan untuk olahraga paralayang.

Di komplek perumahan moderen didesain mengunakan listrik kabel tanam. Keseluruhan jalan dilengkapi dengan drainase. Setiap kepala keluarga akan mendapatkan bangunan rumah tipe 45 dengan status sertifikat hak milik masing-masing seluas 500 m2.

Tidak hanya itu, area perumahan dilengkapi fasilitas pendidikan lengkap, mulai dari SD hingga SMA, Pusat layanan kesehatan, lapangan olahraga, fasilitas sosial, fasilitas ibadah, seperti masjid dan gereja.

Tidak ketinggalan kantor pemerintahan, seperti kecamatan, kelurahan, Polsek, Koramil, dan KUA. Demikian juga fasilitas masyarakat umum seperti pasar, pelabuhan perikanan, pariwisata serta gedung pertemuan.

“Bahkan gerbang perumahan ini  akan didesain  sesuai arsitektur Melayu, berikut gedung pertemuannya juga akan disesuaikan dengan arsitektur budaya Melayu,” jelas Sudirman Saad.

Dalam fase relokasi yakni perpindahan penduduk dari tempatnya semula ke perumahan di Tanjung Banon, penduduk  terdampak ditanggung biaya hidupnya selama setahun berupa santunan biaya sewa rumah per keluarga, santunan biaya hidup per orang, disediakan fasilitas mobilitas untuk berpindah termasuk biaya hidupnya dalam masa berapa hari setelah menempati rumah baru.

“Rumahnya yang semula jika taksirannya melebihi 120 juta rupiah akan dibayarkan  cash, termasuk tanaman dan kandang ternak ditaksir dan dinilai harganya lalu dibayarkan juga secara cash ke penduduk yang terdampak,” kata Sudirman Saad.

Manfaat lainnya dari proyek pembangunan Rempang Eco-city menurut Sudirman Saad adalah penduduk terdampak akan mendapatkan bimbingan, pelatihan keterampilan termasuk akses beasiswa bagi anak-anaknya di dalam dan luar  negeri yang memenuhi persyaratan sesuai dengan pilihan kampus perguruan tinggi yang diminatinya.

Paparan pemateri diskusi terkait pembangunan Rempang dan penanganannya yang paling menyedot antusiasme peserta. Tengku M Nur selaku Pengundang dalam kegiatan diskusi ini merespon paparan pemateri sebagai gambaran akan lahirnya sebuah kota dengan peradaban baru di Rempang.

Selama ini menurut Tengku yang alumni HMI Cabang Medan, potret Rempang adalah suatu kawasan marginal dengan penduduk nelayan yang sederhana, namun dengan proyek ini akan menjadi kota modern penuh pengharapan.

Berlanjut tanggapan dari Muh Yunus Kasim, mantan Ketua Cabang HMI Batam yang mempertanyakan metode pendekatan BP Batam terhadap penyelesaian warga terdampak. Yunus menyoroti banyaknya keistimewaan manfaat yang diperoleh warga terdampak akan tetapi sampai saat ini menurutnya warga masih dipenuhi kekhawatiran bahkan masih banyak  yang menolak.

Hal sama disampaikan Ibrahim Koto, alumni HMI Cabang Medan ini menyatakan proyek Rempang Eco-City sebagaimana layaknya upaya melakukan rekayasa sosial untuk mempercepat masyarakat meraih kesejahteraan dari efek pertumbuhan pembangunan di Kawasan tempatnya bermukim saat ini.

Akan tetapi Achmad Yani, yang juga mantan Ketua HMI Cabang Batam mengkhawatirkan kampanye massif atas pembedaan perlakuan BP Batam dengan status sertifikat tanah yakni hanya SHGB untuk Tanah dan bangunan warga Batam pada umumnya sementara warga terdampak yang berlokasi di Tanjung Banon diberikan sertifikat tanah berupa SHM. Bentuk inkonsistensi kebijakan yang boleh jadi berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial.

Hadir sebagai Partisipan diskusi pada kali ini adalah Dr dr Ibrahim (Ketua IKA Unhas Kepri), Akhirman S.Sos. MM (Dosen Umrah), Risqi Utami S.si. M.Ked (Dosen sekaligus Ketua Forhati Kahmi Batam,  Evi Hastuty (Wartawan sekaligus Pengurus Forhati Kepri), Dr Fendi Hidayat (Dosen sekaligus Ketua  Dewan Pendidikan Kota Batam).

Kedepan, Alumni HMI Club akan secara rutin menggelar diskusi dan kajian dengan issu aktual termasuk  dalam rangka merespon dinamika informasi melalui pemberitaan dan media sosial. (Red)

Comment