Dipaksa Bayar Uang Perpisahan, Siswa SMKN 10 Merangin Terpaksa Jadi Kuli Panggul Sawit

InDepthNews.id (Merangin) – Cerita memilukan datang dari didunia pendidikan di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, seorang siswa yang bernama Iqbal Ramandani siswa di SMKN 10 Merangin yang tergolong siswa tidak mampu harus rela ikut kerja menjadi kuli panggul sawit hanya untuk melunasi uang SPP dan uang perpisahan di sekolahnya. Karena bila ia tidak melunasi, maka ancamannya dia tidak bisa mendapatkan nomor ujian.

“Kami masih ada 6 (enam) siswa yang masih terus ditagih untuk melunasi uang perpisahan. Pokoknya kami didatangi terus tiap pagi ke kelas kami masing-masing,” kata Iqbal dengan raut wajah yang sedih, Kamis (25/04/2024).

Terhadap kondisi anaknya itu, orangtua Iqbal pun merasa kecewa, apalagi saat ini disituasi ekonomi yang sedang sulit dan lepas lebaran.

“Memang tagihannya ngak begitu banyak, cuma Rp. 175 ribu, tapi sekarangkan ekonomi lagi sulit, apalagi sehabis lebaran seperti ini,” ujar Ayah Iqbal, Supriyanto.

Supriyanto pun heran, mengapa penagihan uang perpisahan itu, terkesan pemaksaan untuk melunasi, padahal uang SPP nya Iqbal sudah di lunasi.

“Kok ini ada lagi pembayaran untuk uang perpisahan, dengan terpaksa anak kami harus kerja ikut panen sawit jadi kuli panggul untuk melunasi uang perpisahan agar dapat nomor ujian,” ungkapnya.

Azhari Kepala sekolah SMKN 10 Merangin yang dikonfirmasi awak media ini diruang kerjanya, terkesan santai dan tidak ada beban, Azhari hanya mengatakan kalau kegiatan perpisahan tersebut sudah ada panitia yang mengatur.

“Untuk kegiatan perpisahan sekolah, sudah ada panitia yang dibentuk dan mengurusi kegiatan itu,” ucap Azhari, Kamis (25/04/2023).

Sementara itu, Bambang Irawan Ketua DPW Lembaga Tim Operasional Penyelamatan Aset Negara Republik Indonesia (TOPAN RI) Provinsi Jambi yang dimintai tanggapannya, mengecam adanya pungutan uang perpisahan yang terjadi di SMKN 10 kabupaten Merangin, apalagi terkesan memaksa.

“Apa hubungan antar ujian dengan perpisahan, kalau ujian ya ujian mengapa dikait-kaitkan dengan kegiatan perpisahan, apalagi sampai mengancam tidak bisa mendapat nomor ujian kalau tidak membayar uang perpisahan,” kecam Bambang

Menurutnya, berdasarkan Permendikbud RI No. 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah mengatur, Komite Sekolah hanya dapat menggalang dana berupa sumbangan dan bantuan dan itu sama sekali tidak berkaitan dengan perpisahan atau wisuda

“Dengan demikian menurut ketentuan, tidak ada dasar hukum bagi sekolah atau komite sekolah menyelenggarakan perpisahan atau wisuda siswa dengan cara memungut uang dari siswa atau orang tua/wali,” tegas Bambang.

Meskipun, sumbangan memang bisa diminta dari orang tua siswa, tetapi tidak untuk seluruh orang tua, karena sifatnya suka rela dan tidak ditentukan nilai dan batas waktunya. Namun ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa

“Jadi kalau dalam sumbangan uang perpisahan itu menyebutkan nilai yang harus dibayar, batas waktu dan berlaku untuk semua tanpa melihat kemampuan orangtua, maka itu jelas Pungutan Liar alias Pungli ,” pungkas Bambang. (Red)

Comment