Mari Kawal Pemilu, Jangan Biarkan Money Politik Masuk ke Rumahmu

Opini46 views

Penulis: Post Muda

InDepthNews.id (Opini) – Kontestasi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) serentak tahun 2024 sudah hampir di penghujung hari. Salah satu daerah yang melaksanakan Pemilu tersebut adalah Kabupaten Karimun yang hari ini diikuti oleh 3 (tiga) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati untuk periode 2024/2029. Pemilihan yang dilaksanakan lima tahun sekali dengan tujuan untuk merefresh Kabupaten Karimun agar menjadi daerah yang semakin maju dan teregenerasi.

Saat ini, pelaksanaan Pemilu sudah memasuki masa kampanye yang hampir genap sebulan. Dengan demikian, waktu bagi para kontestan untuk berkontestasi dan bagi para penyelenggara untuk menyelenggarakan Pemilu menyisakan waktu yang kurang lebih tinggal sebulan lagi. Namun ada satu hal penting yang harus menjadi catatan dan perhatian bersama khususnya bagi para peserta dan para lembaga penyelenggara.

Pada prinsipnya, Pemilu harus dilaksanakan dengan seadil-adilnya dan sebersih-bersihnya. Sebagaimana diatur dan dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 07 tahun 2017 tentang Pemilu Umum (Pemilu). Dalam pasal 3 disebutkan 11 prinsip Penyelenggaraan Pemilu yang salah duanya adalah jujur dan proporsional. Artinya semua pihak yang terlibat dan melibatkan diri dalam kontestasi, mesti menerapkan nilai-nilai kejujuran dan nilai-nilai proporsionalitas dalam penyelenggaraan Pemilu.

Namun apa kabarnya?
Sayangnya penyelanggaraan Pemilu Kabupaten Karimun sedang tidak baik-baik saja. Terjadi begitu banyak praktik pelanggaran yang dilakukan oleh para kontestan. Mulai dari pemasangan spanduk di area yang tidak dibolehkan, penerimaan anggota ad hock yang asal-asalan, hingga pesan-pesanan suara yang dimahar dengan harga dua hingga tiga ratusan. Namun diantara berbagai pelanggaran, satu hal yang paling gila dan berbahaya adalah suara bayaran.

Selama masa tandur menandur, beredar isu-isu praktik politik kotor yang terjadi di Kabupaten Karimun khususnya Kecamatan Kundur. Praktik tersebut berupa politik uang atau money politic yang tentu bukan barang antik. Tindakan semacam itu, dilakukan oknum Paslon dengan tujuan untuk mendapatkan suara sehingga mereka bisa meraih kemenangan dan menjadi penguasa. Katanya, per kepala dihargai 100 hingga 300 ribu dengan syarat mencoblos Paslon tertentu.

Kabar ini tidak asing lagi di telinga masyarakat kundur kini, bahkan sudah menjadi bualan panjang di kedai kopi. Pergerakan mereka pun semakin membabi buta masuk ke kampung dan ke goa untuk mencari suara dengan harga per kepala. Hanya saja tidak ada satu pun yang berani menyuarakan, karena masyarakat takut dengan segala konsekuensi yang akan didapatkan. Sehingga mereka lebih memilih diam dan sebagian justru menikmati karena tidak mau ribet-ribet ambil resiko untuk melaporkan ke sana sini.

Lalu pertanyaannya, apakah Panwas Kecamatan Kundur tidak mendengar kabar ini? Rasa-rasanya tidak mungkin jika tidak mengetahui, karena di luar konteks kelembagaan mereka adalah bagian dari masyarakat yang jika ketemu tetangga pasti ngobrol walaupun sekedar basa-basi. Hanya saja mereka tidak menggali lebih jauh kebenaran dan kepastian isu-isu yang beredar di berbagai kalangan. Atau memang mereka tidak tau sama sekali? Waduh justru lebih bahaya, karena artinya mereka tidak memiliki kepekaan dan naluri investigasi yang harusnya dimiliki lembaga penyelenggara.

Padahal jelas bahwa larangan politik uang tertuang dalam Pasal 278 ayat 2, 280 ayat 1 huruf j, 284, 286 ayat 1, 515 dan 523 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Salah satunya dimuat dalam Pasal 280 ayat 1 huruf j bahwa “Penyelenggara, Peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”. Dengan demikian berarti tinggal pelaksanaannya saja yang harus dijaga dan ditegakkan oleh para peserta, masyarakat, dan penyelenggara.

Jika dilihat dari dinamika yang terjadi hari ini, pengawasan dan pencegahan terhadap praktik-praktik money politic sudah dilakukan oleh lembaga penyelenggara bersama pengawasnya lewat sosialisasi dan kampanye di sosial media tentang aturan dan larangan money politic. Hanya saja yang mereka lakukan tidak begitu efektif sehingga langkah tersebut tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Justru para oknum atau pelaku semakin merajalela dan sebagian besar masyarakat masih nerima-nerima saja.

Jika dianalisa lebih jauh, sebenarnya mereka para kontestan sangat memahami aturan yang berlaku tentang larangan money politic, karena mereka pun berangkat dari lembaga yang terdidik. Namun hari ini, masalahnya bukan terletak pada mereka yang tidak tau, tapi memang secara sengaja tidak mengindahkan larangan-larangan semacam itu. Karena bagi mereka, kekuasaan adalah ladang dan demi kekuasaan apapun caranya akan dilakukan termasuk bermain uang.

Melihat ketidakberdayaan Panwascam terhadap money politik, masyarakat Kundur pun turut bersuara melayangkan kritik-kritiknya terhadap para pelaku. Mereka berusaha untuk menyadarkan sesamanya agar tidak menerima apalagi terpengaruh dengan sogokan uang agar memilih dan mengingatkan lembaga pengawas agar bisa berbuat lebih. Hal itu dilakukan dengan membuat spanduk demonstrasi bertuliskan “stop money politic”, propaganda lewat sosial media tentang bahaya money politic dan sebagainya.

Namun sampai dengan hari ini, praktik-praktik jual beli suara masih terjadi dan mudah ditemui. Hanya saja mereka melakukan dengan modus berbeda-beda namun dengan kalimat akhir yang kurang lebih sama yaitu “jangan lupa coblos nomor ini ya”. Sepatah kata orang Melayu “payah nak cakap”, sepatah kata orang Jawa “wes karepmu”. Kondisi demikian tidak mungkin boleh didiamkan apalagi dianggap sebagai kewajaran, karena potensi bahayanya dapat merusak tatanan demokrasi, masyarakat, dan pembangunan kundur ke depan.

Oleh sebab itu, jangan biarkan money politic masuk ke rumahmu, mengganggu keluargamu, dan merusak kampung-kampungmu. Mari sama-sama kita cegah dan awasi Pemilu hari ini dimulai dari diri sendiri, keluarga, teman pergaulan, dan kampung dimana kita tinggal dan dibesarkan. Lakukan apapun yang bisa dilakukan untuk mencegahnya, sampaikan apapun yang harus disampaikan untuk menyadarkan sekeliling kita, dan laporkan apapun yang menjadi temuan di depan mata kita.

Hal ini harus kita lakukan bersama-sama agar Pemilu tahun 2024 dapat melahirkan pemimpin Kabupaten Karimun yang bersih dan berintegritas. Bukan pemimpin yang membayar masyarakat untuk memilihnya, karena setelah jadi kita akan ditinggal dengan alasan mereka sudah membeli semuanya. Maka agar tidak terjadi hal demikian, Lembaga Penyelenggara bersama masyarakat harus berkolaborasi untuk mencegah dan mengawasi berbagai praktik-praktik kecurangan khususnya yang berkaitan dengan money politic atau suara bayaran.

Bagaimana caranya? Lihat, rekam, dan laporkan. Bukan lihat, terima, lalu dimakan atau lihat, pejam, lalu diamkan.

Comment