Lakukan Reklamasi di Kawasan Konservasi, Pihak PT. PBK Terancam Dipidana

InDepthNews.id (Anambas) – Permasalahan Pemanfaatan ruang laut konservasi berserta reklamasi yang dilakukan oleh PT. Putra Bentan Karya (PBK) pada tahun 2014, akhirnya pihak Direktorat Jendral Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Republik Indonesia melakukan penyegelan.

Turut hadir dalam kegitan tersebut, Direktur Pengawasan SDKP, Halid K Jusuf, Kepala Pangkalan PSDKP Batam, Turman Hardianto, Kacabjari Natuna di Tarempa, Nikky Junismero, Koordinator Pengawas (Korwas) Satwas SDKP Kepulauan Anambas, Kotot Setiadi berserta tim PSDKP dan Kapala Cabang DKP Provinsi Kepri di kabupaten Kepulauan Anambas, Amriansyah Amir.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan sikap tegas melakukan penghentian aktivitas PT. Putra Bentan Karya (PBK) yang bergerak dibidang Aspal Mixing Plant (AMP), karena lahan pelabuhannya masuk kawasan Konservasi pesisir Mangrove.

Untuk keterlibatan pihak-pihak dalam memanfaatkan Lokasi Konservasi tersebut, belum tercium oleh pihak Direktorat Jendral Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Republik Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan Penyegelan lokasi pelabuhan milik PT. Putra Bentan Karya (PBK)/Foto. Dok/InDepthNews
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan Penyegelan lokasi pelabuhan milik PT. Putra Bentan Karya (PBK)/Foto. Dok/InDepthNews

Selanjutnya, pihak KKP melakukan penyegelan dan memberikan Polsus Line disekitar lokasi di pelabuhan yang di reklamasi Tanjung Cukang, Desa Temburun, Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), diduga lebih kurang mencapai 500 meter persegi yang ditibun pembuatan pelabuhan, Sabtu (29/6/2024).

Direktur Pengawasan SDKP KKP, Halid K Jusuf menyampaikan bahwa “Lokasi perusahaan PT. Putra Bentan Karya (PBK) untuk kegiatan usaha AMP ini adalah kegiatan yang melanggar hukum,” ujarnya.

“Dalam kegiatan reklamasi di kawasan konservasi tersebut, terdapat ada beberapa hal yang dilanggar oleh pelaku usaha yaitu: Melakukan penebangan hutan mangrove tanpa izin, Melaksanakan kegiatan reklamasi di kawasan konservasi yang tentunya sangat dilarang, dan Pemanfaatan ruang laut tanpa izin,” kata Halid.

Lebih lanjut Halid menjelaskan, “Pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Putra Bentan Karya (PBK) sudah menjadi pelanggaran yang sifatnya akumulatif, sehingga pelanggaran UU No. 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja,” terangnya.

Kepala Pangkalan PSDKP Batam, Turman Kepala Pangkalan PSDKP Batam, Turman Hardianto/Foto. Dok/InDepthNews
Kepala Pangkalan PSDKP Batam, Turman Kepala Pangkalan PSDKP Batam, Turman Hardianto/Foto. Dok/InDepthNews

“Perlu kita ketahui bersama, bahwa substansi yang ada di UU Cipta Kerja antara lain UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, kemudian UU No. 32 tahun 2014 tentang kelautan. Ini tentunya, apa yang dilakukan oleh pelaku usaha melanggar, baik dari aspek perizinan, PKKPRL untuk pemanfaatan ruang laut, pelanggaran perizinan berusaha kegiatan Reklamasi dan penebangan mangrove untuk kegiatan reklamasi tanpa izin,” ucap Halid.

Hal Juga menegaskan bahwa, pelaku usaha PT. Putra Bentan Karya (PBK) harus bertanggungjawab terhadap tindakan yang dilakukan.

“Penebangan mangrove tanpa izin hukumnya itu pidana. Namun jika kita kaitkan lagi dengan UU cipta kerja ada sanksi yang harus dikenakan kepada pelaku usaha, yakni sanksi administratif. Oleh karena itu pada hari ini kami melaksanakan sanksi administratif dengan melakukan penyegelan di lokasi reklamasi di kawasan konservasi yang tidak memiliki izin.” pungkas Halid.

Halid juga menerangkan bahwa pelaku usaha PT. Putra Bentan Karya (PBK) harus merehabilitasi lokasi reklamasi seperti semula, dengan ditanami mangrove kembali dan dengan konsekuensinya, PT. Putra Bentan Karya (PBK) harus membayar kerugian terhadap pemanfaatan pengelolaan wilayah pesisir,” jelas Halid.

“Hal tersebut selalu disampaikan oleh Menteri KKP, bahwa penegak hukum Direktorat Jenderal PSDKP jangan ragu dalam melakukan penegakkan aturan terhadap pelaku usaha yang melanggar ekosistem, ekologi sumberdaya,” tutup Halid.

(Vins)

Comment