Ada Kapal Layar “terdampar” di Jl. Bandara Ganet KM.13 Tanjungpinang

InDepthNews.id (Tanjungpinang) – Ada pemandangan yang unik dalam renovasi pembangunan taman di jalan bandara Ganet km. 13. Dimana dalam progres pembangunan tersebut ada sebuah replika perahu ramping sepanjang kurang lebih 7,5 meter “terdampar” di tengah-tengah taman yang lagi di bangun.

Perahu itu memiliki dua layar besar berwarna kuning keemasan setinggi kurang lebih 7,5 meter dan ditambah dua layar kecil diatasnya sepanjang 1,5 meter.

Pada bagian belakangnya terdapat kamar yang menyerupai rumah. Warnanya coklat tua. Terlihat ornen kapal tersebut memiliki nilai artistik yang tinggi.

Berdasarkan penelusuran media ini dilaman Wikipedia ornamen kapal tersebut merupakan perahu Lancang Kuning.

Lancang (juga ditulis sebagai lanchang atau lancha) adalah jenis kapal layar dari kepulauan Melayu. Ia digunakan sebagai kapal perang, kapal angkut, dan sebagai kapal kerajaan, utamanya digunakan oleh orang-orang dari pantai Timur Sumatra, tetapi juga dapat ditemukan di pesisir Kalimantan.

Bagi masyarakat Melayu Riau yang hidup di sekitar sungai, pantai, dan laut, Lancang Kuning sudah dikenal sejak berabad-abad silam dan menjadi cerita rakyat yang tak kunjung lekang. Lancang Kuning berasal dari kata lancang yang berarti melaju. Sedangkan kuning merupakan simbol daulat dan harkat martabat.

Perahu berwarna kuning dengan ukuran sedang dan besar ini biasa digunakan sebagai kendaraan resmi para raja atau datuk dan pembesar lainnya. Sedangkan perahu kecil yang biasa digunakan rakyat kebanyakan disebut lancang. Pada masa berikutnya, Lancang Kuning menginspirasi pemusik untuk menjadikannya sebuah lagu berjudul Lancang Kuning. Selain itu, dijadikan lambang kerajaan, kedatukan, dan pemerintahan.

Menurut sumber yang media ini kutip dari media tempo, Lancang Kuning, yang dikisahkan oleh tokoh Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau, Tenas Effendi, lancang kuning mengisahkan tentang dendam dan konflik pribadi para penguasa yang berdampak besar terhadap kehancuran sebuah pemerintahan dan masyarakatnya. Dari beberapa versi cerita Lancang Kuning, yang lebih mendekati kemiripan adalah yang terjadi di Bukti Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau.

Legenda yang penulis awalnya tidak diketahui alias anonim ini menceritakan kerajaan makmur yang diperintah oleh seorang raja yang bernama Datuk Laksamana Perkasa Alim. Dia memiliki dua panglima bernama Umar dan Hasan, serta bomo (dukun berpengaruh yang diangkat oleh kerajaan untuk menjaga keselamatan orang-orang besar di istana).

Kedua panglima ini sama-sama tertarik kepada seorang perawan cantik bernama Zubaidah. Namun, Umar lebih dulu mempersunting Zubaidah. Hasan menjadi kecewa dan menyimpan dendam. Dia berniat merebut Zubaidah dari tangan Umar. Caranya, Hasan mempengaruhi bomo agar ikut berkonspirasi menyingkirkan Umar.

Hasan menyuruh bomo menyampaikan pesan kepada Datuk Laksamana bahwa dirinya (bomo) bermimpi agar Datuk membuat Lancang Kuning untuk mengamankan semua perairan dari lanun alias bajak laut. Dibuatlah Lancang Kuning pada siang dan malam. Saat Lancang Kuning hampir rampung, Hasan dan bomo menciptakan kebohongan baru, yakni Bathin Sanggono telah melarang para nelayan Bukit Batu untuk mencari ikan di Tanjung Jati.

Atas perintah Laksamana, Umar menemui Bathin Sanggono di Tanjung Jati. Bathin Sanggono membantah kabar itu. Umar sadar bahwa dirinya dibohongi oleh Hasan dan bomo. Saat Umar dalam perjalanan pulang, Hasan merayu Zubaidah yang tengah hamil tua agar bersedia menjadi istrinya. Namun Zubaidah menolaknya.

Siasat baru lantas dilakukan oleh Hasan dan bomo. Lancang Kuning yang akan diluncurkan ke laut pada malam bulan purnama seolah-olah tidak bisa digerakkan meski didorong oleh banyak orang. Bomo menyarankan kepada Laksamana agar mengorbankan seorang perempuan yang sedang hamil tua.

Laksamana meminta agar peluncuran Lancang Kuning ditunda, tapi Hasan yang lancang pada perintah rajanya tetap menemui Zubaidah. Hasan mengultimatum Zubaidah: kalau menolak jadi istrinya, dia akan dijadikan gilingan Lancang Kuning yang akan diluncurkan ke laut.

Karena tetap menolak, Zubaidah ditarik paksa oleh Hasan ke lokasi Lancang Kuning, lalu dia mendorong tubuh Zubaidah ke bawah Lancang Kuning. Perahu itu pun meluncur ke laut.

Umar yang kembali dari tugasnya amat terpukul saat mendengar cerita yang mengenaskan tentang istri dan jabang bayinya. Umar pun membunuh Laksamana dan Hasan dengan menggunakan pedang.

Umar yang sedih berlayar ke Tanjung Jati dengan menggunakan Lancang Kuning. Namun, di tengah laut, Lancang Kuning dihantam ombak besar dan angin topan. Lancang Kuning karam, dan Umar tewas. Kejayaan Kerajaan Bukit Batu pun musnah.

Legenda Lancang Kuning ini, kata Tenas, menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat Riau: betapa sebuah niat jahat yang dilakukan siapa pun, apalagi oleh penguasa, akan menghasilkan produk yang mengerikan. (Redaksi)

Comment