50 Kapal Nelayan China Ramai-ramai Serbu Laut Natuna Utara Indonesia: Tanpa Hambatan

Jakarta1,524 views

InDepthNews.id (Jakarta) – Apa yang terjadi di Laut Natuna Utara hingga saat ini masih belum menemui titik final.

Banyak insiden yang sudah terjadi di laut Natuna Utara yang dianggap masuk ke dalam teritorial China.

Hubungan perdagangan antara Indonesia dan China menurut The New Indian Express disinyalir menjadi alasan kuat mengapa suara Indonesia soal Laut Natuna Utara relatif ‘tak terdengar’.

Indonesia dan China memang memiliki hubungan perdagangan yang sangat baik.

Adanya serangkaian gangguan di Laut Natuna Utara bertolak belakang dengan kedekatan ekonomi antara Indonesia dan China.

“Tanggapan Indonesia terhadap serangan China relatif tidak terdengar, yang menurut beberapa analis disebabkan oleh hubungan ekonomi yang semakin dalam antara negara tersebut dan Beijing.” jelas The New Indian Express 7 Jaanuari silam.

Insiden masuknya kapal China ke ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara baru-baru ini terulang.

Laporan yang dibagikan Instagram @tni_angkatan_laut menjelaskan bila kapal China berada di Laut Natuna.

Indonesia melalui TNI AL menggunakan KRI Imam Bonjol untuk mengusir kapal China yang berada di Laut Natuna Utara.

Kehadiran kapal China di Laut Natuna Utara mengindikasikan bahwa pihak Tiongkok memang serius dalam masalah klaim teritorial di Laut Natuna Utara.

Pada akhir Desember 2021, perselisihan antara Indonesia dan China atas klaim masing-masing atas perairan di sekitar wilayah Natuna semakin kentara.

Ini adalah area klaim yang diperebutkan dari pihak China yang melanggar Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

China mengklaim sekitar 80% dari ruang maritim di Laut Cina Selatan.

Dan ada ZEE Indonesia di Laut natuna Utara yang ternyata ikut di caplok Nine Dash Line China.

Bagi Jakarta, wilayah yang terbentang di utara pulau Natuna berada di bawah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang diakui oleh UNCLOS sebagai perairan Indonesia.

Indonesia tentunya bisa menggunakan ruang maritim ZEE di Laut natuna Utara sebagai tempat negara dapat melakukan eksplorasi sumber daya.

Ketegangan antara Indonesia dan China di Laut Natuna Utara terus meningkat.

Salah satu insiden tak terlupakan yang terjadi di Laut Natuna Utara yakni adanya kehadiran coast guard China yang mengawal kapal nelayan Tiongkok.

Insiden Januari 2020 di Laut Natuna Utara di mana Penjaga Pantai China mengawal kapal penangkap ikan ilegal ke ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara.

Masuknya kapal penjaga pantai China ke Laut Natuna Utara jelas menciderai teritorial Indonesia.

Dan Indonesia menanggapi serius aksi ilegal yang dilakukan China dengan mengirimkan patroli militer ke Laut Natuna Utara.

Gesekan muncul atas sembilan garis putus-putus atau Nine Dash Line China, wilayah di mana China mengklaim hak bersejarah dan yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia di bagian utara Laut Natuna.

Di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tidak ada pengakuan terhadap ‘sembilan garis putus-putus’.

Putusan Pengadilan Arbitrase Permanen Juli 2016 tentang Filipina vs China mengkonfirmasi hal ini.

Indonesia juga telah dengan jelas menolak untuk berunding mengenai penetapan batas aritim di Laut Natuna Utara dengan China.

Tentunya keputusan Indonesia itu sangat tepat, lantaran sesuai dengan UNCLOS Jakarta memiliki hak maritim di Laut Natuna Utara.

Klaim Nine Dash Line yang dilayangkan CHina tentunya menyalahi aturan UNCLOS.

“Pemerintah Indonesia telah mengambil keputusan yang tepat untuk menolak merundingkan penetapan batas maritim dengan China terkait Laut Natuna Utara.

Ada beberapa perbedaan pendapat di antara pejabat Indonesia dalam hal bagaimana menanggapi China tentang masalah ini.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan meminta China ditanggapi dengan tenang, mengingat konflik tersebut dapat mengganggu investasi China di Indonesia.

Namun pejabat besar dan opini publik tetap mendesak pemerintah untuk mengambil sikap tegas terkait serbuan China ke Laut Natuna Utara.

Argumen bahwa China memiliki hak penangkapan ikan tradisional di ZEE Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna Utara didasarkan pada kesalahpahaman.” tulis eastasiaforum.org April 2020 lalu.

Berkaitan dengan insiden China di Laut Natuna Utara, laporan The Diplomat membagikan hal yang menegangkan.

Dalam laporan yang dirilis The Diplomat pada 15 Januari 2020 silam, dikatakan ada sekitar 50 kapal nelayan China yang masuki Laut Natuna Utara.

Kehadiran kapal nelayan China pada saat itu disebut tanpa hambatan yang berarti.

“Penggunaan terbaru operasi penangkapan ikan zona abu-abu Tiongkok di Laut Natuna Utara untuk menantang hak berdaulat Indonesia untuk menangkap ikan dan mengeksploitasi sumber daya alam di zona ekonomi eksklusif (ZEE) tampaknya merupakan kemenangan pada pandangan pertama.

Pada satu titik, sekitar 50 kapal penangkap ikan Tiongkok disertai dengan dua lambung putih besar menangkap ikan tanpa hambatan di ZEE Indonesia.” jelas The Diplomat.

Indonesia sendiri saat itu mengerahkan aset Bakamla RI untuk melakukan penegakan hukum terhadap kapal nelayan China yang melakukan illegal fishing di sana.

“Sebagai tindakan balasan, Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla), yang ditugaskan untuk melakukan penegakan hukum terhadap kegiatan ilegal di yurisdiksi maritim Indonesia, hanya dapat mengamati situasi tersebut.

Tindakan terbatas ini disebabkan oleh sumber daya Bakamla yang terbatas.” imbuhnya.

“Namun, kapalkapal penangkap ikan Tiongkok itu berlayar pergi pada 9 Januari 2020 setelah hanya memperkuat tekad Indonesia untuk menjaga kepentingan nasionalnya.

China juga secara terbuka mengeksekusi wajah volte untuk memprioritaskan hubungan bilateral yang bersahabat dan meremehkan perbedaan dalam sebuah pernyataan oleh juru bicara kementerian luar negeri China Geng Shuang pada 10 Januari.

Insiden ini menggarisbawahi keterbatasan pemaksaan sepihak dan keberhasilan strategi hubungan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.” tambahnya.

Insiden ini menunjukkan bahwa China masih menganggap bila ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara merupakan teritorial Beijing.

Milisi laut China yang berupa kapal nelayan
Milisi laut China yang berupa kapal nelayan 163.com

Oleh sebab itu, Indonesia wajib melindungi ZEE di Laut Natuna Utara.

Karena insiden gangguan kapal China tak hanya terjadi sekali dua kali saja.

Di tahun ini saja, kapal China kembali kedapatan berada di Laut Natuna.

Ini seusai dengan laporan yang dibagikan TNI AL dalam akun instagram resminya.

Indonesia sendiri berhasil mengusir kapal China itu dari Laut Natuna dengan mengerahkan KRI Imam Bonjol.(***)

Comment